Diposting oleh
Blog Pertama
komentar (0)
Kawasan Dieng Plateu merupakan area gunung yang masih aktif. Di sini terdapat banyak kawah yang setiap saat mendidih dan mengeluarkan asap putih tebal dengan aroma khas belerang. Salah satu yang terkenal yaitu kawah Sikidang. Dan selain itu itu ada kawah Candradumuka, Si Kendang dan Sileri. Kawah ini disamping sebagai tempat wisata, juga digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik.
Kawah Si Kendang berada di tepi Telaga Warna dan kawah ini hanya bisa memunculkansuara bagaikan suara khas Jawa yang disebut "Kendang".
Perlu anda ketahui bahwa untuk menjangkau obyek-obyek utama di Dieng Plateau, dapat ditempuh dengan jalan kaki. Paling tidak, ini yang dilakukan oleh rombongan wisatawan yang naik angkutan umum.
Sambil jalan-jalan, anda akan melihat bekas-bekas peninggalan masa lalu dan kekuatan alam berupa bukit-bukit yang merupakan gunung berapi aktif. Jangan lupa pula anda membeli snack khas Wonosobo 'Tempe Kemul", yang dapat anda nikmati sambil jalan-jalan. Makanan ini banyak dijual di sekitar obyek wisata yang ada.
Diposting oleh
Blog Pertama
komentar (0)

Telaga Warna akan menyambut para wisatawan yang berkunjung ke daerah wisata ini. Disebut Telaga Warna karena memiliki keunikan tersendiri berkaitan dengan warna telaga. Terkadang berwarna hijau dan kuning, biru dan kuning, atau berwarna-warni mirip pelangi. Variasi warna ini dipengaruhi cuaca, waktu dan tempat melihatnya.
Menurut masyarakat setempat, ada suatu kisah yang menyebabkan warna danau alias telaga itu berwarna-warni. Konon, dahulu ada cincin milik bangsawan setempat yang bertuah namun terjatuh ke dasar telaga.
Sementara dari kajian ilmiah, telaga ini merupakan kawah gunung berapi yang mengandung belerang. Akibatnya, bila air telaga terkena sinar matahari akan dibiaskan menjadi warna-warni yang indah.
Saat kami menuju ke sana pada penghujung tahun 2008, air telaga berwarna hijau kekuningan. Suasana yang tenang dan angin semilir membuat para wisatawan betah untuk duduk-duduk sembari menatap panorama danau berlatar belakang pegunungan itu.
Tidak jauh dari situ ada telaga yang berukuran lebih kecil. Telaga Pengilon, namanya. Airnya yang jernih seperti cermin itulah yang membuat penduduk setempat memberi nama Telaga Pengilon. Mitos penduduk menyebutkan bila danau ini bisa untuk mengetahui isi hat1 manusia. Bila ia terlihat cantik atau tampan ketika memandang air telaga ini, maka hatinya baik. Sebaliknya, ia termasuk orang berhati busuk.
Sumber : http://dewipuspasari.wordpress.com
Diposting oleh
Blog Pertama
komentar (0)
Gardu pandang ini terletak beberapa kilometer sebelum Dieng Plateu. Anda dapat naik ke gardu ini sambil beritirahat. Dari tempat ini tampak pemandangan yang sangat indah. Dibawahnya ada lembah yang curam sehingga rumah-rumah di pedesaan nampak kecil-kecil. Ke arah tenggara tampak Gunung Sindoro yang biru. Lokasi ini terletak 1.800 m di atas permukaan laut. Berarti ketinggiannya hanya terpaut beberapa ratus meter dibanding gunung Sindoro.
Dari gardu ini, pagi-pagi benar jika langit cerah, akan tampak matahari muncul di atas awan. Nampak sangat indah berwarna keemasan, oleh sebab itu sering disebut dengan Golden Sun Rise.
Sumber : http://www.wonosobokab.go.id
Diposting oleh
Blog Pertama
komentar (0)
Dieng Plateau Theater adalah sarana wisata berupa bioskop yang materinya berupa informasi peristiwa alam Dieng, seperti peristiwa Sinila tahun 1979. Sarana ini digagas oleh Gubernur Jawa Tengah kala itu, bapak H. Mardiyanto. Terletak di lereng bukit Sikendil, kira-kira 1.5 km dari pertigaan masuk Dieng, 250 meter dari Telaga Warna. Berada pada ketinggian 2.100 m di atas permukaan laut.
Kapasitas tempat duduk adalah 100 kursi. Di sekitarnya dilengkapi dengan taman dan tempat untuk bersantai. Dari sana tampak rangkaian pegunungan seperti: Gunung Prahu, Gunung Juranggrawah, Gunung Pangonan, Gunung Sipandu, Gunung Nagasari, Gunung pangamun-amun, dan Gunung Gajah Mungkur.
Sarana ini cocok sekali bagi anda yang ingin mengetahui peristiwa alam di Dieng dan Budaya masyarakat sekitarnya. Sebagai tujuan wisata bagi para pelajar juga sangat baik.
Sumber : http://www.wonosobokab.go.id
Sumber : http://www.wonosobokab.go.id
Label:
http://www.wonosobokab.go.id
Diposting oleh
Blog Pertama
komentar (0)

Pernahkan anda ke dataran Tinggi Dieng ? Jika pernah, pastinya yang ada di dalam benak kita adalah pesona pemandangan alam eksotik , kekayaan alam yang melimpah , serta hawa sejuk yang menyelimuti dataran tinggi tersebut. Iya benar, semua itu merupakan ciri dataran tinggi Dieng yang terletak di kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo ini. Selain memiliki pesona keindahan alam beserta kekayaan alam yang melimpah , ternyata dataran tinggi Dieng juga menyimpan fenomena yang sangat menarik dan unik. Fenomena seperti apakah yang terjadi di daerah yang mempunyai ketinggian 2903 meter dari permukaan laut itu?
Fenomena unik yang dimaksud adalah dengan adanya anak-anak di daerah Dieng yang berambut gimbal (gembel). Fenomena ini bisa dikatakan unik sebab hanya anak-anak di kawasan tersebut yang mengalaminya. Selain itu rambut gembel juga bukan karena keturunan karena rambut gembel bisa tumbuh pada siapa saja. Menurut penuturan masyarakat setempat biasanya ciri-ciri anak yang akan tumbuh rambut gembel disertai panas tinggi selama beberapa hari setelah itu beberapa helai rambutnya menjadi kusut dan menyatu. (menjadi gimbal ).
Fenomena rambut gimbal ini dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai sebuah titipan leluhur mereka yaitu Ki Kolodete. Konon Ki Kolodete yang menurut mitos adalah pendiri kota wonosobo bersumpah tidak akan mencukur rambutnya sampai desa yang dia bangun menjadi makmur. Sehingga sampai saat ini apabila ada anak kecil yang memiliki ciri rambut gimbal dikawasan tersebut dianggap sebagai keturunan dari Ki Kododele. Sehingga para orang tua yang memilik anak dengan ciri tersebut harus memperlakukan anaknya dengan baik dan menuruti segala apa yang dimainta oleh si anak agar terhindar dari kutuk atau petaka. Untuk menghindari dari segala kemungkinan buruk seperti penyakit atau mungkin bahkan kematian pada diri si anak gimbal, biasanya diadakan ruatan yang bertujuan untuk menolak bala. Ruatan ini dilakukan dengan cara mencukur rambut gimbal si anak tersebut. Ritual cukur rambut gembel bertujuan untuk mengembalikan rambut gembel kepada yang Maha Kuasa . Selain itu si anak yang dicukur rambutnya agar memperoleh keberkahan dan kesehatan.
Sampai saat ini fenomena rambut gimbal dari dataran tinggi Dieng masih menyisakan sebuah misteri, bahkan belum ada penelitian ilmiah dan medis yang dapat menguak misteri ini. Namun terlepas dari semua mitos tersebut, budaya ruatan cukur rambut gimbal dapat menambah daya tarik pariwisata selain keindahan alam yang menakjubkan di kawasan Dieng.
Sumber : http://www.central-java-tourism.com/desa-wisata/in/dieng.htm
Diposting oleh
Blog Pertama
komentar (0)

Dataran tinggi dieng yang terletak diprovinsi Jawa tengah terbagi menjadi dua yaitu sebagian masuk wilayah Banjarnegara dan sebagian lagi masuk wilayah Wonosobo, dengan rata-rata ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut (dpl). Suhu udaranya sangat dingin (sekitar 0 derajat celcius) terjadi sekitar bulan Juli - Agustus, sedangkan pada bulan-bulan yang lain berkisar 15 - 20 derajat celcius. Banyak orang yang susah mengeluarkan keringat jika berada di daerah ini, walaupun bekerja keras atau berolahraga.
Masyarakat Dieng umumnya petani, petani yang tidak memiliki lahan karena tanah di sana umumnya sudah dimiliki oleh pemilik modal, baik yang ada di Dieng sendiri maupun yang ada di luar Dieng. Tanah dieng tergolong subur dengan tanaman yang khas yaitu “kacang dieng” dan “purwaceng” yang oleh masyarakat di sana dianggap tanaman yang meningkatkan stamina laki-laki.
Hingga saat itu, tanah Dieng sudah dikuras dengan monopoli tanaman yaitu kentang. Hampir 90 % tanah di Dieng ditanami kentang. Kentang merupakan tanaman yang oleh masyarakat dieng dianggap yang sangat menjanjikan untuk mengangkat perekonomian mereka. Pola tumpang sari yang dapat mempertahankan keberagaman unsur hara tanah seakan telah dikesampingkan oleh masarakat dieng. Pikiran mereka selalu “kentang”, “kentang”, dan “kentang”.
Saat itu saya telah menemukan masalah lingkungan yang saya anggap sangat mengkhawatirkan, yaitu: hilangnya belalang, kupu-kupu, dan serangga lainnya kecuali jenis hewan pemakan kentang yang dicemaskan masyarakat di sana yaitu “engkuk“. Jenis hewan ini biasanya hidup di dalam tanah, tubuhnya berwarna putih lebih besar dibanding kepalanya yang berwarna kecoklatan. Frekuensi penyemprotan insektan tanaman kentang tinggi (minimal 2x dalam seminggu), membuat serangga yang lain ikut mati.
Karena bisnis tanaman kentang di Dieng sangat menguntungkan, membuat harga tanah di sana sangat tinggi dan banyak peminatnya. Hal ini membuat oknum-oknum pejabat di sana lupa lingkungan sehingga pohon-pohon yang berada di pegunungan dieng diubah menjadi ladang kentang. Dieng menjadi gundul dan dikhawatirkan akan terjadi longsor di saat musim hujan.
Sumber : http://www.central-java-tourism.com/desa-wisata/in/dieng.htm